Balada Anak Rantau

“Kita kapan pulang ke Indonesia bu?”, tanya Nabiel.  “Nanti, Insha Allah Oktober 2018”, kataku. 
“Kok lama sekali, ibu bilang kita pulang April 2018, kok sekarang jadi Oktober 2018”, katanya.
“Kenapa”, tanyaku. 
“Aku mau pulang ke Indonesia, aku gak mau disini?”

“Lho….. Di sini kan enak” kataku, dengan menunjukkan berbagai alasan.
Aku bilang, “kalau mau kemana-mana dekat, dengan bersepeda atau berjalan kaki saja sudah sampai tujuan dengan mudah dan murah.

Mulailah si “ibu” menunjukkan alasan-alasannya.
Mau jajan tinggal keluar apato, 1 menit sampai Halows. Mau subuh atau tengah malam Halows siap menerima kita.
Mau beli buku, main game, atau sekadar window shooping, bersepeda 5 menit sampai deh You Me Town.
Mau ke toko mainan favourit Nabiel…., tinggal bersepeda 5 menit sampai Tsutaya.
Mau cari mainan second, naik sepeda 7 menit sampai di Second Street.

Atau Nabiel bosan makan masakan ibu, ayo kita meluncur ke restaurant.
Mau makan steak kesukaan Nabiel, ayo kita naik sepeda 3 menit ke Cocos.
Mau makan sushi andalan Nabiel, naik sepeda ke Onmaku 7 menit.
Mau makan kare, tinggal ke Tandoor bersepeda 4 menit.
Mau makan udon, tinggal turun ke lantai 1 apato, 10 detik sampai.

Atau Nabiel mau main di ruang terbuka……
Ayo ke taman sekalian lihat pasar pagi, 3 menit jalan kaki sampai koen.
Mau main baseball, ayo ke lapangan dengan berjalan kaki 4 menit.

Atau mau yang rada serius seperti lihat pertunjukkan, hanya  berjalan kaki 3 menit sampai Kurara Hall.

Ayo….. Nabiel mau kemana lagi?
Oh iya……….
Mau cari internet gratisan, mau pinjam buku di perpustakaan, atau mau nonton film di computer, Nabiel tinggal ke Sun Square aja jalan kaki 2 menit.

Enak kan…… semuanya ada…… mudah dijangkau dan murah karena hanya dengan naik sepeda atau jalan kaki.

Setelah mendengar dengan “khidmat” penjelasan ibunya yang panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume, Nabiel langsung menjawab, “Aku bosan”.
“Kok Bosan” kataku
“Aku gak punya teman”, katanya.

Ya…. memang saat ini Nabiel sudah tidak ada lagi teman yang seumur yang tinggal di Saijo. Ketika tahun 2016 dan 2017 masih ada teman sebayanya, seperti Zikry dan Zaky.  Tapi sekarang mereka berdua sudah kembali ke Indonesia, karena orang tua mereka telah selesai studinya.  Sekarang yang ada hanya anak-anak kecil dan bayi. Jadilah Nabiel hanya sendiri tak ada teman lagi. Ketika Zikry masih ada, mereka berdua sering bermain baseball di taman atau setelah pulang sekolah ke Sun Square untuk mengerjakan PR. Tapi sekarang Nabiel hanya sendiri. Pulang sekolah, hanya di apato saja sambil menunggu ibunya pulang dari kampus. Hari libur, sabtu dan minggu juga hanya bermain dengan ibu dan kakaknya saja. Balada anak  yang tak ada teman sebaya.

Alasan Nabiel mau pulang ke Indonesia segera bukan hanya karena tidak ada teman, tapi sepertinya ada alasan lain yang lebih “berat”, yaitu mengenai sekolahnya. Dia khawatir jika kelak masuk SMP di sini. Dia takut dia tidak bisa mengikuti pelajarannya. Sekarang aja, pelajaran kelas 6 sudah terasa sulit baginya terutama pelajaran matematika. Nabiel sulit mencerna soal-soal matematika dalam bentuk soal cerita. Sebuah sepeda motor mampu menempuh jarak 160 km dalam waktu 4 jam. Berapakah kecepatan sepeda motor tersebut?  Kata Nabiel, penjelasan sensei di kelas tidak mampu dicernanya dengan baik karena menurutnya sensei menjelaskan terlalu cepat jadi dia kurang bisa menangkap dan akhirnya kurang bisa memahami apa yang disampaikan sensei. Tapi sebetulnya, pelajaran lain Nabiel enjoy, terutama sejarah. Dia paham kalau ditanya tentang sejarah Jepang. Balada anak yang sekolah di negara api.

Aku bilang ke Nabiel, "kalau gak bisa ya sebisanya aja dikerjakan". "Gak bisa begitu bu", katanya. "Kalau salah, aku disuruh ngerjain lagi sampai betul". Akhirnya, ibunya turun tangan untuk membantu yang memang selama ini tak pernah ikut campur dengan PR Nabiel, karena keterbatasan dalam Nihongo. Nabiel membaca soal cerita matematika dalam Nihongo, kemudian dia menterjemahkannya dalam bahasa Indonesia dengan makna yang "jumpalitan" dan di ibu mencoba memahami apa yang diterjemahkan Nabiel. Akhirnya setelah berjuang bersama sekitar lebih kurang 1 jam 10 soal matematika dapat diselesaikan dengan lancar meski sering ada kesalahpahaman dalam mengartikan terjemahan Nabiel.  Balada Ibu yang tak paham Nihongo.

Nabiel bilang, nah kalau begini, aku yang membaca dan menterjemahkan soalnya dan ibu yang "menterjemahkan" makna soalnya enak. Ternyata Nabiel kesulitan untuk memahami logika matematikanya. Dalam Bahasa Indonesia saja, kadang-kadang anak-anak sulit mencerna soal cerita yang butuh logika, apalagi dalam Nihongo. Balada gak paham logika matematika.

Mengenai, kelak dia masuk SMP, aku bilang ke Nabiel, "ini sebagai pengalaman bahwa Nabiel pernah merasakan SMP di Jepang meski sebentar. Tidak semua anak Indonesia bisa merasakan sekolah SMP di Jepang.  Jadi Nabiel harus menikmatinya, jangan jadikan beban. Aku bilang ke Nabiel, ada seorang Ulama besar berkata, "Jika kamu tidak dapat menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan" (Imam Syaafi'i).

Semangat ya anakku. 











Comments

Popular posts from this blog

Informasi Dibalik Indahnya Sebuah “Kemasan Beras Jepang”

Fermented Seasoning, meng"khas"kan masakan Jepang

Fermented Food ala Jepang dan Indonesia