Beratnya mencari ilmu
Jam hampir menunjukkan pukul 12 malam. PR yang diberikan oleh sensei belum selesai dikerjakan. Sambil menangis pensil di tangan tidak bergerak. Tangis semakin keras dan akhirnya tersedu sedan. Mengapa nak. Diam tak menjawab. Kupikir tangis biasa. Ternyata..... ini tangis tak biasa. Setelah dibujuk mengapa menangis, barulah bercerita. Nabiel, anakku bersekolah di Jepang tepatnya di Teranishi Shougakko, Higashi-hiroshima, Hiroshima. Mengikuti ibunya yang melanjutkan pendidikan di Hiroshima University. Di awal sekolah, dia harus belajar bahasa Jepang secara keras agar kelak bisa mengikuti pelajaran di kelas. Enam bulan pertama sekolah memfokuskan siswa asing untuk belajar bahasa Jepang di sekolah secara intensif. Hanya sewaktu-waktu saja ke kelas reguler untuk mengikuti pelajaran umum. Nabiel diterima di kelas 4. Dia harus belajar huruf yang sangat asing baginya, hiragana dan katakana. Selain itu yang lebih penting dia harus belajar kanji kelas 1, 2, 3, dan 4 sec