Jalan Panjang Menuju Negeri Mazda

Mengapa Ingin Bersekolah Tinggi
Anak kecil pada umumnya memiliki cita-cita menjadi dokter, insinyur, atau profesi lain yang terkenal. Begitu juga dengan saya sewaktu kanak-kanak ingin menjadi dokter. Tamat SMA saya mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dengan 2 pilihan yaitu Fakultas Pertanian Universitas Negeri Lampung (Unila) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI). Pada tahun 1987 Unila memang belum memiliki Fakultas Kedokteran, jadi saya memilih Fakultas Pertanian sebagai pilihan pertama dan Fakultas Kedokteran UI sebagai pilihan kedua. Takdir menyatakan saya harus kuliah di Unila. Pada saat kuliah S-1 saya tidak tahu setelah lulus mau jadi apa. Satu keinginan yang terpendam di dalam hati adalah suatu waktu saya ingin tinggal di luar negeri. Saya pun berfikir bahwa untuk bisa tinggal di luar negeri berarti kita harus sekolah atau bekerja di sana. Nah profesi dosen atau guru adalah salah satu golongan yang bisa bersekolah ke luar negeri, jadi setelah meraih Sarjana pada tahun 1994 saya memutuskan untuk mendaftar sebagai dosen dan diterima di Politeknik Negeri Lampung.


Perjalanan saya untuk sekolah lagi (S-2) cukup lama terwujud yakni pada tahun 2000. Saat itu jarang ada dosen Politeknik yang melanjutkan pendidikan S-2 ataupun S-3. Waktu begitu cepat berlalu, hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Sebagai dosen, saya terlalu sibuk dengan rutinitas yang melenakan mulai dari memberi kuliah dan praktik, melakukan penelitan, dan pengabdian kepada masyarakat sehingga saya hampir melupakan keinginan sekolah ke luar negeri. 

Perjalanan Panjang ke Negeri Mazda
Tahun 2011 Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) menawarkan kursus peningkatan kemampuan Bahasa Inggris bagi dosen yang akan lanjut kuliah ke luar negeri. Seperti pucuk dicinta ulam pun tiba, kalau sudah rejeki tidak akan kemana. Saya yang merasa kemampuan bahasa Inggrisnya masih jelek mengikuti kursus tersebut selama 4 bulan di Yogyakarta. Meskipun telah digembleng melalui kursus, karena faktor usia yang tak muda lagi saya waktu itu belum cukup mendapatkan skor TOEFL yang baik sebagai salah satu syarat kuliah S-3 di luar negeri. Saya pernah mencoba mendaftar di Adelaide University lewat agensi dan berhasil mendapatkan supervisor. Sayangnya, syarat nilai IELTS 6.0 tidak bisa saya penuhi. Untuk mengejar ketertinggalan kemampuan bahasa, saya kursus Bahasa Inggris lagi di tempat tinggal saya selama beberapa bulan dan kursus singkat IELTS di Jakarta selama 2 minggu untuk sekalian tes IELTS. Skor bahasa Inggris yang saya capai hanya 5.0 seperti sebelumnya. Saya pun nekad tetap mencari sekolah untuk studi S-3. Saya memilih Gifu University di Jepang karena ingin meneliti komponen bioaktif dari tanaman secang, dan dari hasil penelurusan saya menemukan jurnal yang berkaitan dengan topik ini. Saya kemudian ikut online entrance exam melalui internet dan dinyatakan lulus dengan mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dan sertifikat kelulusan dari Gifu University. Namun, keberhasilan ini belum sepenuhnya membawa keberuntungan bagi saya karena gagal pada seleksi beasiswa DIKTI.


Bersama teman-teman dari berbagai universitas di Indonesia mengikuti Pelatihan Bahasa Inggris di Yogyakarta

Berikutnya saya mendaftarkan diri di Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT) pada jurusan yang berbeda dengan bidang Teknologi Pangan yaitu Departement Chemical and Material System. Di sini saya akan belajar tentang karet alam untuk bahan elektrolit. Beasiswa yang saya lamar adalah PEDP-DIKTI (Polytehcnic Education Development Program). Saya mengikuti entrance exam langsung di TUAT Jepang pada bulan Agustus 2013. Saya dinyatakan lulus dan mendapatkan LoA. Tetapi dikarenakan nilai TOEFL saya belum memenuhi syarat, saya tidak dipanggil untuk tes wawancara oleh pihak DIKTI selaku panitia seleksi beasiswa.


Bersama teman dari Tokyo University of Agriculture and Technolog(TUAT)
(24 Agustus 2013)

Meskipun gagal berkali-kali mendapatkan beasiswa ke luar negeri, saya masih tetap memiliki asa untuk mencoba sekali lagi. Apalagi suami dan anak-anak selalu mendukung. Saya harus lebih banyak berusaha dan berdoa serta yakin bahwa Allah akan membantu. Belajar dari kegagalan, saya sudah tahu strategi untuk mendapatkan beasiswa lur negeri yaitu penguasaan Bahasa Inggris. Saya harus belajar lebih keras untuk mendapatkan nilai TOEFL yang disyaratkan. 
Saya datang ke Jepang untuk kedua kalinya untuk mengikuti entrance exam di kampus lain yakni Hiroshima University. Sebenarnya saya berharap ujian ini cukup melalui skype, tapi calon supervisor tetap mewajibkan saya datang langsung ke Jepang untuk mempresentasikan hasil penelitian S-2 saya sekaligus menjadi research student terlebih dahulu selama 6 bulan sebelum masuk program doktor. Lalu saya jelaskan padanya bahwa karena keterbatasan biaya, saya ingin langsung masuk program saja jika lulus tes wawancara dan alhamdulillah beliau setuju. Saya ujian masuk S-3 pada tanggal 27 Februari 2015 dan dinyatakan lulus pada tanggal 6 Maret 2015. Profesor menawarkan kepadaku masa mulai studi saya mau di bulan April 2015 atau Oktober 2015. Saya putuskan April 2015 mengacu pada proses seleksi beasiswi DIKTI tahun 2014. Tetapi lagi-lagi rencana tinggal rencana dan yang menjadi penentu sejati hanyalah Tuhan yang Maha Kuasa. Karena satu hal saya gagal masuk S-3 pada bulan April 2015 meskipun saya sudah terdaftar secara resmi sebagai mahasiswa di Hiroshima University. Pihak DIKTI meminta saya untuk menunda keberangkatan sampai Oktober 2015 agar saya memiliki waktu yang cukup untuk melengkapi segala urusan administrasi keberangkatan ke Jepang. Pada tanggal 1 Mei 2015 suami saya menghadap Ilahi sekaligus sebagai sebuah jawaban atas penundaan demi penundaan rencana studi saya ke negeri seberang. Ternyata saya harus bersama suami sampai beliau kembali ke hadirat Allah SWT. Akhirnya saya resmi memulai program Doktor pada bulan Oktober 2015. 

Pengalaman Akademik
Mahasiswa di Jepang rata-rata berada di kampus selama sekitar 12 - 14 jam. Berbagai kegiatan mereka lakukan dari yang serius sampai santai seperti kuliah, eksperimen, seminar, membaca jurnal, menulis paper, pesta, dan lain-lain. Satu hal yang menjadi kebiasaan baru saya setelah menjadi mahasisiwa di Jepang adalah membaca karya tulis ilmiah pada jurnal-jurnal internasional. Profesor pembimbing selalu memberi saya paper yang berkaitan dengan topik riset. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung antara 6-15 buah/bulan. Untuk mendapatkan data yang akurat dalam riset, saya banyak latihan menggunakan alat-alat di laboratorium di mana salah satu yang tersulit adalah melakukan pipetting dengan ukuran µl. Untuk menjadi ahli dalam hal ini harus banyak latihan.

Bersama Kato sensei dan teman-teman Lab Molecular Nutrition 617
(12 November 2015)


Bersama Kato sensei and teman-teman Lab Molecular Nutrition 617
(4 November 2016)


Bersama seluruh student dan alumni Lab Molecular Nutrition 617 
pada Last Lecture Kato sensei menjelang pensiun
(3 Februari 2017)


Bersama Yanaka sensei, Kumrungsee sensei, dan teman-teman Lab Molecular Nutrition 618 (26 Mei 2017)

Pada semester 1 saya mengambil 4 mata kuliah yaitu Basic of Biosphere ScienceFunction of Livestcok Food ProductMarine Microbial Dynamics, dan Interdisiplinary Seminar.  Ada kegiatan unik pada mata kuliah Marine Microbial Dynamic, yaitu naik kapal laut milik Hiroshima University untuk penelitian. Mata kuliah Interdisiplinary Seminar diikuti oleh mahasiswa dari berbagai negara seperti Indonesia, Sri Lanka, Afganistan, Mesir, China, Ghana, Nigeria, Malawi, dan Jepang. Bentuk kuliahnya berupa diskusi tentang isu-isu hangat seperti Food SecurityClimate Change on Fisheries and Aquaculture, Bioprospecting, dan Transgenic Food. Ada satu lagi mata kuliah yang saya ambil tapi tidak masuk dalam kredit yaitu Bahasa Jepang sebagai bekal dasar bagi saya untuk bisa berkomunikasi setidak-tidaknya dengan teman Jepang di laboratorium.  


Mendapat piagam setelah mengikuti kuliah Interdisiplinary Seminar
(7 Januari 2016)

Cita-Cita
Sebagai dosen, setelah menyelesaikan pendidikan di Hiroshima University saya akan kembali melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi di kampus Politeknik Negeri Lampung. Segala ilmu dan pengalaman yang telah didapatkan di Jepang akan saya bagikan kepada para mahasiswa sambil terus memberikan mereka motivasi untuk mau meraih ilmu yang lebih banyak sampai ke negeri seberang. Pada Dharma penelitian, saya ingin melakukan penelitian seputar Molecular Nutrition. Saya sadari tidak gampang mewujudkannya karena keterbatasan peralatan yang dimiliki kampus, tapi apapun halangan dan rintangan harus dicoba, salah satunya dengan cara berkolaborasi dengan universitas besar. Mengenai pengabdian kepada masyarakat, saya ingin berkontribusi di daerah tempat tinggal saya dengan mencontoh keadaan riil di Jepang, seperti penerapan cara pembuangan sampah. Bentuk pengabdian lain yang bisa dilakukan adalah memberikan pembelajaran bagi peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap gaya hidup sehat.

Bersama teman dosen Teknologi Pangan, Politeknik Negeri Lampung

Tips Sukses bagi Generasi Muda
1.  Gantungkanlah cita-cita setinggi langit dan peliharalah cita-cita itu sampai teraih
2.  Usaha harus selalu dilakukan dan doa harus selalu dipanjatkan
3.  Kuasailah berbagai bahasa, jika tidak minimal 1 bahasa asing yaitu Bahasa Inggris
4. Carilah ilmu sampai kapanpun karena usia bukan penghalang untuk meraih ilmu yang lebih banyak.

Comments

Popular posts from this blog

Informasi Dibalik Indahnya Sebuah “Kemasan Beras Jepang”

Fermented Seasoning, meng"khas"kan masakan Jepang

Fermented Food ala Jepang dan Indonesia