Beratnya mencari ilmu

Jam hampir menunjukkan pukul 12 malam. PR yang diberikan oleh sensei belum selesai dikerjakan. Sambil menangis pensil di tangan tidak bergerak. Tangis semakin keras dan akhirnya tersedu sedan. Mengapa nak. Diam tak menjawab. Kupikir tangis biasa. Ternyata..... ini tangis tak biasa. Setelah dibujuk mengapa menangis, barulah bercerita. 


Nabiel, anakku bersekolah di Jepang tepatnya di Teranishi Shougakko, Higashi-hiroshima, Hiroshima. Mengikuti ibunya yang melanjutkan pendidikan di Hiroshima University.

Di awal sekolah, dia harus belajar bahasa Jepang secara keras agar kelak bisa mengikuti pelajaran di kelas. Enam bulan pertama sekolah memfokuskan siswa asing untuk belajar bahasa Jepang di sekolah secara intensif. Hanya sewaktu-waktu saja ke kelas reguler untuk mengikuti pelajaran umum. 

Nabiel diterima di kelas 4. Dia harus belajar huruf yang sangat asing baginya, hiragana dan katakana. Selain itu yang lebih penting dia harus belajar kanji kelas 1, 2, 3, dan 4 secara cepat.

Setelah cukup bekal bahasa Jepang dia mulai sering belajar di kelas reguler bersama teman-teman Jepangnya. Meskipun begitu belajar bahasa Jepang masih terus berlanjut.

Ketika di kelas 5 dia sudah bergabung dengan teman- temannya di kelas reguler secara penuh. Dia sudah mengikuti pelajaran secara lengkap. Sensei di kelas secara rutin memberikan PR yang tidak sedikit. PR menulis hiragana, katakana, dan kanji berlembar- lembar. Tidak hanya itu PR lain pun ada, terutama matematika yang juga berlembar-lembar.

Mengerjakan PR yang begitu banyak bagi Nabiel adalah beban yang berat. Capek belajar di sekolah ditambah harus mengerjakan PR yang banyak tampaknya membuat dia begitu lelah. Aku tidak menyadari hal ini. Aku pikir dia menikmati sekolahnya, karena setiap kutanya tentang sekolahnya, dia tidak pernah bercerita. Sampai akhirnya di malam itu, barulah ia bercerita bahwa sangat sulit mengikuti pelajaran sekolah. Kadang-kadang dia tidak memahami penjelasan sensei. Ditambah lagi dengan pergaulan di sekolah. Anak- anak Jepang yang cenderung pendiam, kadang membuat Nabiel merasa tidak punya teman. 

Ternyata...... bebanmu lebih berat nak dibanding ibumu yang belajar di univ. Terimakasih nak kau telah menemani ibu di sini. Kita sama-sama berjuang ya nak. Semoga kita berdua bisa menjalani ini semua sampai selesai. 

Comments

Popular posts from this blog

Informasi Dibalik Indahnya Sebuah “Kemasan Beras Jepang”

Fermented Seasoning, meng"khas"kan masakan Jepang

Fermented Food ala Jepang dan Indonesia